Sunday, March 2, 2014

Penyimpangan - Penyimpangan inya atturots seasons 7 bag. 2

Di tulis oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi

ﺍﻟﻤﻴﺮﺍﺙ ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻦ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ
ULAMA AHLUS SUNNAH TIDAK MEREKOMENDASI
IHYA ATTURATS (2)

 Menjawab nasehat Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad
dan Ibrahim Ar-Ruhaili hafidzhahumallah
Firanda menukilkan dari Syekh Abdul Muhsin
Al-’Abbad hafidzhahullah Ta’ala bahwa beliau
berkata:
ﺃَﻗُﻮْﻝُ ﻻ َﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻟِﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻓِﻲ ﺇِﻧْﺪُﻭْﻧِﻴْﺴِﻴَﺎ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﺨْﺘَﻠِﻔُﻮْﺍ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﻞِ
ﺍﻟﺘَّﻌَﺎﻣُﻞِ ﻣَﻊَ ﺟُﻤْﻌِﻴَﺔِ ﺇِﺣْﻴَﺎﺀِ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺙِ ﻓَﺈِﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳُﻔَﺮِّﻕُ ﺑِﻪِ ﺑَﻴْﻦَ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ . ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺘَﻬِﺪُﻭْﺍ ﻓِﻲ ﺗَﺤْﺼِﻴْﻞِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﻨَّﺎﻓِﻊِ ﻭَﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻭّﺃّﻥْ
ﻳَﺘْﺮُﻛُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻲْﺀَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻴْﻪِ ﻓِﺘَﻦٌ . ﺟُﻤْﻌِﻴَﺔُ ﺇِﺣْﻴَﺎﺀُ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺙِ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺧَﻴْﺮٌ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ، ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻧَﻔْﻊٌ
ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻓِﻲ ﻣُﺨْﺘَﻠَﻒِ ﺃَﻗْﻄَﺎﺭِ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻋَﺪَﺍﺕِ ﻭَﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺗَﻮْﺯِﻳْﻊِ
ﺍﻟْﻜُﺘُﺐِ. ﺍﻻِﺧْﺘِﻼَﻑُ ﺑِﺴَﺒَﺐِ ﻫَﺬَﺍ ﻻَ ﻳَﺼْﻠُﺢُ ﻭَﻻَ ﻳَﺴُﻮْﻍُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ . ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻞِ
ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَّﻔِﻘُﻮْﺍ ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﺘْﺮُﻛُﻮْﺍ ﺍﻟﺘَّﻔَﺮُّﻕَ
“Aku katakan, tidak boleh bagi Ahlus Sunnah di
Indonesia untuk berpecah belah dan saling berselisih
disebabkan masalah mu’amalah dengan Yayasan
Ihya` at-Turats, karena ini adalah termasuk
perbuatan setan yang dengannya ia memecah belah
di antara manusia. Namun yang wajib bagi mereka
adalah besungguh-sungguh untuk memperoleh ilmu
yang bermanfaat dan amal shalih. Hendaknya
mereka meninggalkan sesuatu yang menimbulkan
fitnah. Yayasan Ihya’ at-Turats memiliki kebaikan
yang banyak, bermanfaat bagi kaum muslimin di
berbagai tempat di penjuru dunia, berupa berbagai
bantuan dan pembagian buku-buku. Perselisihan
disebabkan hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan
bagi kaum muslimin. Dan wajib atas Ahlus Sunnah di
sana (di Indonesia, -pen) untuk bersepakat dan
meninggalkan perpecahan.” [Jawaban berupa
nasehat ini beliau sampaikan di masjid seusai shalat
Zhuhur, Kamis, 13 Oktober 2005, atau 10 Ramadhan
1426 H. Pada kesempatan tersebut yang meminta
fatwa adalah Abu Bakr Anas Burhanuddin, Abu
‘Abdirrahman ‘Abdullah Zain, dan Abu ‘Abdil Muhsin
Firanda Andirja)
Demikian teks dan terjemahan yang disebutkan oleh
Firanda dalam tulisannya tersebut. Namun sayang
sekali karena Firanda sama sekali tidak menyebutkan
bentuk pertanyaan yang disampaikan kepada Syekh
tersebut, padahal teks pertanyaan sangat memberi
pengaruh terhadap terjadinya perubahan fatwa Syekh
hafidzhahullah. Demikian pula tidak sampainya
kepada beliau berita tentang hizbiyyah yang dimiliki
Ihya At Turats dengan berbagai kesesatan lainnya.
Sebab sikap Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad dari
hizbiyyah sangat jelas, bagi siapa yang membaca
tulisan dan ceramah beliau. Diantaranya disaat
beliau memberi muqaddimah terhadap kitab
"Madarikun Nadzar" tulisan Syekh Abdul Malik
Ramadhani, setelah beliau menjelaskan tentang
kesesatan "fiqhul waqi" model hizbiyyun, yang
mengantarkan mereka kepada sikap merendahkan
para ulama, dan menuduh mereka tidak mengerti
fiqhul waqi', dan yang semisalnya. Lalu beliau
berkata:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺨﺘﺎﻡ ﺃﻭﺻﻲ ﺑﻘﺮﺍﺀﺓ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻻﺳﺘﻔﺎﺩﺓ ﻣﻨﻪ، ﻭﺃﻭﺻﻲ ﺷﺒﺎﺏ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ ﺃﻥ ﻳﺤﺬﺭﻭﺍ ﺍﻷﻓﻜﺎﺭ ﺍﻟﻔﺎﺳﺪﺓ ﺍﻟﺤﺎﻗﺪﺓ ﺍﻟﻮﺍﻓﺪﺓ ﺇﻟﻰ ﺑﻼﺩﻫﻢ
ﻹﺿﻌﺎﻑ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻭﺗﻤﺰﻳﻖ ﺷﻤﻠﻬﻢ ﻭﺍﻟﺘﻨﻜﺮ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺳﻼﻓﻬﻢ، ﻭﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻛﻞُّ
ﺷﺎﺏٍّ ﻧﺎﺻﺢٍ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓَ ﻭﺍﻟﻌﻈﺔَ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ  ﻛﻤﺎ ﻓﻲ
)) ﺍﻹﺑﺎﻧﺔ (( ﻻﺑﻦ ﺑﻄّﺔ)) : ﺇﻧّﻬﺎ ﺳﺘﻜﻮﻥ ﺃﻣﻮﺭ ﻣﺸﺘﺒﻬﺎﺕ ! ﻓﻌﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﺘﺆﺩﺓ؛ ﻓﺈﻧّﻚ
ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺗﺎﺑﻌﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﺧﻴﺮٌ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮِّ )).
"Sebagai penutup, aku menasehati untuk membaca
kitab ini, dan mengambil faedah darinya. Dan aku
menasehati para pemuda negeri Arab Saudi ini untuk
memberi peringatan dari berbagai pemikiran yang
rusak dan penuh kedengkian yang dimasukkan ke
dalam negeri mereka, untuk melemahkan agama
mereka, dan menghancurkan persatuan mereka, dan
hendak menjauhkan dari apa yang telah diamalkan
oleh para pendahulu mereka. Dan hendaklah setiap
pemuda yang menasehati dirinya, agar mengambil
pelajaran dan nasehat dari ucapan Abdullah bin
Mas'ud radhiallahu anhu sebagaimana yang
disebutkan dalam kitab "Al-Ibanah", oleh Ibnu
Baththah: "Sesungguhnya akan muncul perkara-
perkara yang syubhat! Maka hendaklah kalian
bersikap hati-hati, karena sesungguhnya engkau
termasuk pengikut kebaikan itu lebih baik daripada
engkau menjadi tokoh dalam kesesatan". (Madarikun
Nadzar, hal:18).
Dari ucapan beliau ini sangat jelas, bahwa beliau
mentahdzir dari berbagai macam pemikiran yang
dapat memecah belah persatuan mereka, dan
menjauhkan mereka dari aqidah dan manhaj salaful
ummah. Dan beliau juga menasehati untuk mengikuti
wasiat Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu, yang
menganjurkan untuk menjadi pengikut kebaikan dan
tidak menjadi tokoh kesesatan, disaat munculnya
berbagai macam syubhat. Akan tetapi diantara
mereka ada yang berusaha membela berbagai
praktek hizbiyyah, dan bersembunyi di belakang
fatwa ulama yang kira-kira bisa dijadikan sebagai
pelindung amalan maupun dana hizbiyyahnya.
Salah satu contoh, tentang kitab "Rifqan Ahlas
Sunnah" yang beliau tulis sebagai nasehat diantara
sesama Ahlus Sunnah. Banyak dimanfaatkan oleh
para pembela organisasi Ihya At-Turats untuk
membelanya, dan membela orang yang
bermu'amalah dengannya, dan mengecam para
pentahdzirnya. Oleh karenanya, para pembelanya
menjadikan kitab ini sebagai "tameng" untuk
melegitimasi bantuan dana dari mereka kepada yang
selama ini bermuamalah dengannya. Padahal
sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kitab ini
ditulis untuk intern dari kalangan ahlus sunnah,
bukan terhadap mereka yang memiliki pemikiran
hizbiyyah dan berwala' kepadanya. Ini dijelaskan
oleh beliau sendiri, sebagaimana dinukil dalam kitab
Ittihaful ‘Ibad bi Fawa-idi Durusi Asy-Syaikh ‘Abdil
Muhsin bin Hamd Al ‘Abbad –kitab ini telah dibaca
dan direkomendasi oleh Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin
sendiri— (hal. 60):
“Kitab yang saya tulis pada akhir-akhir ini (yaitu
kitab Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, pent) …..
tidak ada hubungannya dengan pihak-pihak yang
pernah saya sebutkan dalam kitab Madarikun Nazhar
[1]. Dengan ini yang dimaksud dengan bersikap
lembutlah wahai Ahlus Sunnah terhadap Ahlus
Sunnah, bukanlah kelompok Ikhwanul Muslimin,
bukan pula orang-orang yang terpengaruh dengan
pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb, dan yang lainnya
dari kalangan harakiyyin (para aktivis pergerakan,
pent). Tidak pula yang dimaksudkan (oleh buku
tersebut) orang-orang yang terpengaruh pemikiran
fiqhul waqi’ [2], (orang-orang yang) mencaci maki
pemerintah, dan meremehkan para ‘ulama. Bukan
mereka yang dimaksudkan sama sekali. Tapi
hanyalah yang dimaksudkan (oleh buku tersebut,
pent) adalah intern Ahlus Sunnah saja, dimana telah
terjadi di antara mereka ikhtilaf, sehingga mereka
sibuk dengan sesamanya untuk saling menjarh,
memboikot, dan mencela [3]. “
Perhatikan ucapan beliau: “Bukan pula orang-orang
yang terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran
Sayyid Quthb, dan yang lainnya dari kalangan
harakiyyin, tidak pula yang dimaksudkan orang-orang
yang terpengaruh pemikiran fiqhul waqi’, mencaci-
maki pemerintah, dan meremehkan para ulama,
bukan mereka yang dimaksudkan sama sekali”.
Cobalah anda perhatikan kalimat ini, lalu sesuaikan
dengan manhaj Ihya At Turats yang berada di bawah
asuhan sang mufti Abdurrahman Abdul Khaliq, kalian
akan mendapati sifat-sifat yang beliau sebutkan
tersebut sesuai dengan yang dimiliki oleh tokoh-
tokoh Ihya At Turats tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa Syekh hafidzhahullah tidak mengetahui secara
persis mahaj dakwah mereka, serta pengaruhnya
yang mendatangkan dampak negatif di berbagai
negara, khususnya di Indonesia. Bila demikian
keadaannya, perlu ada diantara sebagian mereka
yang punya kesempatan untuk menjelaskan kepada
Syekh secara rinci tentang masalah ini.
Perhatikan pula fatwa beliau yang disebutkan oleh
Firanda:
Yayasan Ihya’ at-Turats memiliki kebaikan yang
banyak, bermanfaat bagi kaum muslimin di berbagai
tempat di penjuru dunia, berupa berbagai bantuan
dan pembagian buku-buku. Perselisihan disebabkan
hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan bagi kaum
muslimin…”
Perhatikan apa yang beliau katakan: ” Perselisihan
disebabkan hal ini”, lalu perhatikan kembali fatwa
para ulama yang mentahdzir organisasi tersebut,
maka Nampak bagi kita semua bahwa perselisihan
bukan disebabkan hal ini, namun disebabkan karena
pengaruh hizbiyyah yang dimiliki organisasi ini.
Sebenarnya apa yang kami sebutkan terdahulu dari
fatwa-fatwa para ulama senior tentang Ihya At
Turats ini sudah lebih dari cukup, namun untuk
semakin melengkapi fatwa mereka, berikut ini fatwa
yang berasal dari Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi
hafidzahullah, yang semoga Firanda dan yang
bersamanya juga masih menganggapnya sebagai
alim yang senior. Beliau ditanya dengan pertanyaan
berikut:
ﺱ : ﻣﺎﺫﺍ ﺗﻌﺮﻓﻮﻥ ﻋﻦ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻮﻳﺖ ﺣﻴﺚ ﺇﻧﻬﺎ ﻓﺘﺤﺖ
ﻟﻬﺎ ﻓﺮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺮﺍﻕ ﻭ ﻓﺮﻗﺖ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻭ ﻓﺘﺤﺖ ﺩﺭﻭﺱ ﻭ ﺗﺼﺮﻑ
ﺭﻭﺍﺗﺐ ﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﻳﺤﻀﺮ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﻭ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻘﻮﻥ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﺃﻫﻼً
ﻟﻠﺘﺪﺭﻳﺲ ، ﺃﺭﺷﺪﻭﻧﺎ ﻣﺄﺟﻮﺭﻳﻦ ؟
Soal : Apa yang anda ketahui tentang Jum’iyyah
Ihya’ut Turats yang berada di Kuwait dimana
jum’iyyah ini telah membuka cabangnya di Iraq dan
telah memecah belah para pemuda salafy dan
membuka pelajaran dan memberikan gaji bagi setiap
orang yang menghadiri pelajaran tersebut dan orang-
orang yang memberikan pelajaran tersebut bukanlah
ahlinya untuk mengajar. Berikanlah kami bimbingan,
semoga anda mendapatkan pahala ?
ﺝ - ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﻼﺣﻈﺎﺕ ﻓﻼ ﻧﻨﺼﺤﻜﻢ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺳﻠﻔﻴﻴﻦ ﺑﺎﻹﻟﺘﺤﺎﻕ
ﺑﻬﺎ ﺧﻮﻓﺎً ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻹﻧﺨﺪﺍﻉ ﺑﻤﺎ ﻫﻲ ﻋﻠﻴﻪ .
ﻭ ﺃﻧﺼﻜﻢ ﺃﻥ ﺗﺼﺒﺮﻭﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﻬﻴﺊ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﻳﻌﻠﻤﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻭ
ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻭﻫﻮ ﺍﻷﺧﺬ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ – ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ ﻭ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﺍﻟﺤﻘﺔ ﻭ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ
ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺍﺕ ﺍﻟﺪﺧﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻴﻌﺔ ﻭ ﺷﻴﻮﻋﻴﺔ ﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ .
ﻭ ﺃﺳﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﻋﺰ ﻭ ﺟﻞ – ﺃﻥ ﻳﻴﺴﺮ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ
ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻭ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻣﻦ ﺗﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻳﻪ ﻭ ﻳﻨﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺃﻳﻀﺎً
ﺃﻧﻜﻢ ﻗﻠﺘﻢ : ﺇﻥ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺘﻮﻟﻮﻥ ﺍﻟﺘﺪﺭﻳﺲ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﺑﺄﻫﻞ ﻟﻠﺘﺪﺭﻳﺲ ﻭ ﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻫﻢ
ﻋﻠﻢ، ﻟﻬﺬﺍﻓﺈﻧﻲ ﺃﻧﺼﻜﻢ ﺑﻌﺪﻡ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﻓﻘﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺳﺪﺩ ﺧﻄﺎﻛﻢ
ﻭ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭ ﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭ ﺻﺤﺒﻪ .
ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﺠﻠﻴﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﺎﻫﺞ ﺍﻟﺪﻋﻮﻳﺔ ) 2/320 (
Jawab : Jum’iyyah Ihya’ut Turats baginya ada
catatan-catatan/komentar. Maka kami menasehati
kalian – jika kalian salafy – untuk tidak bergabung
dengannya karena kawatir kalian bisa tertipu dengan
apa yang dia diatasnya. Aku nasehati kalian untuk
bersabar sampai Allah berikan untuk kalian orang
yang akan mengajari kalian diatas manhaj salafi dan
cara-cara syar’i yang benar yaitu berpegang dengan
kitabullah dan sunnah Rosulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ
berdasarkan pemahaman salafus shalih dan orang
yang beraqidah yang benar dan berlepas diri dari
dakwah-dakwah yang masuk dari syi’ah, komunis
dan lainnya. Dan saya memohon kepada Allah ﻋﺰ ﻭ ﺟﻞ
agar Allah mudahkan untuk kalian, orang yang
beraqidah yang shahih dan bermanhaj salafy yang
kalian akan belajar dihadapannya dan termasuk
dengan itu juga bahwa kalian mengatakan
bahwasanya orang yang memberikan pelajaran
mereka bukanlah ahlinya dan tidak ada padanya
ilmu. Karena itu aku nasehatkan kalian untuk tidak
masuk pada yayasan tersebut, semoga Allah
memberikan taufiq kepada kalian dan menunjuki
langkah kalian kepada jalan yang lurus.
ﻭ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭ ﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭ ﺻﺤﺒﻪ
(Al Fatawa Al Jaliyyah ‘An Almanaahiji Ad
Da’awiyyah (2/320) , penulis Faris At Thahir
AsSalafy. URL Sumber www.sahab.net/forums/
showthread.php?t=341912. Penterjemah :
Muhammad Ar Rifa’i As Salafy)
Demikian pula berkenaan tentang pujian Syekh
Ibrahim Ar-Ruhaili hafidzhahullah Ta’ala, tatkala
beliau mengatakan [4] :
“Yayasan Ihya’ At-Turots adalah yayasan yang
bergerak mengumpulkan harta dan bantuan dari para
pedagang dan orang-orang kaya dan
menyalurkannya dalam amalan-amalan kebaikan
seperti menggali sumur-sumur, membangun mesjid-
mesjid, sekolah-sekolah, dan memberi gaji bagi para
da’i. Dan termasuk perkara yang aneh timbulnya
perpecahan karena yayasan seperti ini.”
Hal ini juga disebabkan karena tidak sampainya
berita yang detil kepada beliau tentang dampak Ihya
At Turats di berbagai negara, dan memberikan
berbagai berita yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada, lalu disampaikan kepada beliau, dan bukan
hal yang mustahil sebagian berita tersebut berasal
dari Firanda dan para pendukungnya yang punya
kesempatan bertemu dengan beliau. Dan sebenarnya
perkara inipun telah dijawab oleh para ulama
semenjak beberapa tahun sebelumnya. Diantaranya
adalah jawaban seorang syekh senior –yang semoga
Firanda pun tetap menganggapnya senior atau
jajaran paling senior- muhaddits dari Yaman Muqbil
bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah Ta’ala, sebagaimana
yang telah kita nukilkan diedisi pertama. Namun
sekedar untuk mengingatkan, maka kami nukil
kembali fatwa tersebut, sebagai berikut:
ﻓﻌﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻷﻓﺎﺿﻞ ﺣﻔﻈﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﺄﺗﻲ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻳﻘﻮﻝ : ﻳﺎ
ﺷﻴﺦ ﻧﺤﻦ ﻧﻬﺘﻢ ﺑﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺑﻔﺘﺢ ﻣﺪﺍﺭﺱ ﺗﺤﻔﻴﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺑﻜﻔﺎﻟﺔ ﺍﻟﻴﺘﺎﻣﻰ
ﻭﺑﺤﻔﺮ ﺍﻵﺑﺎﺭ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪﺓ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻓﺎﻟﺸﻴﺦ ……… ) ﻛﻠﻤﺔ ﻏﻴﺮ
ﻭﺍﺿﺤﺔ ( ﻣﺎ ﺭﺃﻳﻚ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺗﻬﺘﻢ ﺑﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺗﺤﻔﻴﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻛﻔﺎﻟﺔ
ﺍﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻭﻛﻔﺎﻟﺔ ﺍﻟﺪﻋﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﻔﺮ ﺍﻵﺑﺎﺭ , ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻳﺠﻮﺯ ﻛﻞ
ﻭﺍﺣﺪ ﻳﻘﻮﻝ –ﻳﺎ ﺃﺧﻲ- ﻫﺬﺍ ﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﻛﻠﻪ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺣﻔﻈﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻻ
ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﻫﺬﺍ .
ﻭﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﺃﻥ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺄﺗﻴﻬﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﻟﺘﺤﺎﺭﺏ ﺑﻬﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﻮﺩﺍﻥ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻧﻌﻢ ﻭﻓﻲ ﺃﺭﺽ ﺍﻟﺤﺮﻣﻴﻦ ﻭﻧﺠﺪ ﻭﻓﻲ ﺃﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻴﺎ ﻭﻓﻲ ﻛﺜﻴﺮ
ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ .
)ﻣﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻳﻂ ﺑﺼﻮﺗﻪ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﻋﻨﺪﻱ )
“Ulama kita yang mulia –semoga Allah senantiasa
menjaga mereka- , lantas anggota Jum’iyyah datang
kepada mereka dan berkata: “…wahai syekh, kami
memperhatikan masalah pembangunan masjid-
masjid, membuka madrasah tahfidz Al-Qur’an,
menanggung anak-anak yatim, menggali sumur-
sumur dan yang lainnya – dari berbagai perbuatan
yang terpuji dan salih -”. “Maka syaikh …..(kalimat
tidak jelas), apa pendapatmu tentang jum’iyyah ini,
yang memperhatikan pembangunan masjid, tahfidz
al-Qur’an, menanggung anak-anak yatim,
menanggung para da’i di jalan Allah, menggali
sumur-sumur…”.
Siapa yang mengatakan ini tidak boleh ? Setiap
orang mengatakan –ya akhi- ini adalah amalan soleh
semuanya ! Namun para syaikh tersebut –semoga
Allah menjaga mereka- tidak mengetahui apa yang
terjadi setelah ini.
Kenyataannya bahwa harta yang sampai ke mereka
para pengurus Jum’iyyah digunakan untuk
memerangi Ahlus Sunnah di Sudan, di Yaman, di
bumi Haramain (Makkah dan Madinah, pen), Najed
dan di Indonesia dan dalam banyak Negara Islam.”
Jika sekiranya Syekh Ar-Ruhaili hafidzahullah
mengetahui sepak terjang organisasi Ihya Atturats ini
diberbagai Negara, maka beliau tentunya tidak akan
memberi pembelaan kepadanya. Dalam salah satu
Tanya jawab dengan beliau [5], beliau sempat
ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:
ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ : ﻧﺮﻳﺪ ﺗﺤﺪﻳﺪ ﻣﻔﻬﻮﻡ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺍﻟﺴﻨﻲ ﺣﻴﺚ ﺇﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﺃﻗﻮﺍﻣﺎ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ :ﺇﻧﻬﻢ
ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﺫﺍ ﺳﻤﻊ ﺃﺣﺪﻫﻢ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﻭﺟﺪﻩ ﻳﻘﻮﻝ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ
ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻧﻈﺮ ﺍﻟﻨﺎﻇﺮ ﻓﻲ ﺃﻗﻮﺍﻟﻬﻢ ﻭﻓﻲ ﺃﻓﻌﺎﻟﻬﻢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺠﺪ ﺍﻟﻌﻜﺲ ﻓﻴﺮﺍﻩ ﻳﺜﻨﻲ
ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﺍﻟﻀﻼﻝ ﻭﻳﺼﻔﻬﻢ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﻣﺠﺪﺩﻭﻥ ﻭﺑﺎﻟﻤﻘﺎﺑﻞ ﻳﺬﻡ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﻻ ﻳﻔﻘﻬﻮﻥ ﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﺃﻭ ﺃﻥ ﻓﻘﻬﻬﻢ ﻳﺪﻭﺭ ﺣﻮﻝ ﺳﺮﺍﻭﻳﻞ ﺍﻣﺮﺃﺓ
ﺃﻱ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺣﻴﺾ ﻭﻧﻔﺎﺱ ﺃﻭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻗﺪ ﻏﺮﺗﻬﻢ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ ﺍﻟﺒﺪﻋﻴﺔ ﺗﻌﺪ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﺻﺤﻴﺔ ﻭﻫﻲ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺗﻔﺮﻗﻬﺎ ﻟﻴﺲ ﺗﻔﺮﻗﺎ
ﻣﺬﻣﻮﻣﺎ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻭﺍﻟﺘﻤﺜﻴﻠﻴﺎﺕ ﻭﺍﻟﻤﺴﺮﺣﻴﺎﺕ ﻫﻲ ﻣﻦ
ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺍﻋﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ﺃﻥ ﻳﺴﻠﻜﻬﺎ ﻓﻲ ﺩﻋﻮﺗﻪ
ﻷﻧﻬﺎ ﺗﺪﺧﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺆﺻﻞ ﺃﺻﻮﻻ ﺣﻜﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ
ﺑﺄﻧﻬﺎ ﺃﺻﻮﻝ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﺿﻼﻝ ﻭﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺻﻮﻝ ﻻ ﺗﻤﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺃﻱ ﻭﺟﻪ ,ﻓﻤﺎ
ﺗﻮﺟﻴﻬﻜﻢ ﺣﻔﻈﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ؟
Pertanyaan: “Kami ingin penjelasan tentang batasan
dalam memahami siapakah pengikut Ahlus Sunnah
itu, dimana ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa mereka termasuk dari kalangan ahlus
sunnah .Bila seseorang mendengar ucapan mereka,
ia mendapatinya mengatakan bahwa berfirman Allah,
bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Namun jika seseorang melihat ucapan dan
perbuatannya, maka dia mendapati sebaliknya, dilihat
dia memuji ahlul bid’ah dan sesat, dan menyebut
mereka sebagai imam mujaddid (pembaharu agama),
dan sebaliknya dia mencela Ahlus Sunnah dan Atsar
bahwa mereka tidak mengerti fiqhul waqi’, atau
mengatakan bahwa fiqih mereka hanya berada di
seputar celana dalam wanita, atau mereka adalah
para ulama haid dan nifas, atau mengatakan bahwa
dunia telah menipu mereka.
Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
jama’ah-jama’ah bid’ah ini merupakan dampak yang
positif, dan termasuk dari kalangan ahlus sunnah,
dan perpecahan mereka bukanlah perpecahan yang
tercela. Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
apa yang disebut dengan nasyid, teater dan
pertunjukan, termasuk diantara wasilah yang
sepantasnya bagi seorang da’i kepada jalan Allah
untuk menempuhnya dalam berdakwah, sebab
(dengan itu) dapat memasukkan manusia ke dalam
agama Allah secara berbondong-bondong. Sebagian
lagi ada yang menyebut prinsip-prinsip yang para
imam Ahlus Sunnah telah menghukumi bahwa itu
merupakan prinsip-prinsip bid’ah dan sesat, dan
bahwa prinsip-prinsip ini tidak ada hubungannya
dengan sunnah dari sisi manapun. Maka bagaimana
nasehatmu –semoga Allah menjagamu-?
Maka beliau menjawab dengan jawaban sebagai
berikut:
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﻛﻤﺎ ﺫﻛﺮﺕ ﺃﻥ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻟﻴﺲ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻴﻪ ﻓﻴﺤﻜﻤﻮﻥ ﻓﻴﻪ
ﺑﺄﻫﻮﺍﺀﻫﻢ ﺃﻧﻪ ﺻﺎﺣﺐ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ ﺻﺎﺣﺐ ﺑﺪﻋﺔ , ﻭﺇﻻ ﻓﺎﻟﻜﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻳﺪﻋﻮﻥ
ﺃﻧﻬﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﻥ ﻣﻦ ﺧﺎﻟﻔﻬﻢ ﻫﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ , ﻭﻫﺬﺍ ﺑﺎﺏ ﺗﻮﻗﻴﻔﻲ ﻓﺼﺎﺣﺐ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻗﺎﻡ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ ﻋﻠﻤﺎ ﻭﻋﻤﻼ ﻭﺩﻋﻮﺓ ﺇﻟﻴﻪ ,ﻭﺍﺭﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻓﻤﻦ
ﻭﺍﻓﻖ ﻋﻤﻠﻪ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ , ﻭﻣﻦ ﺧﺎﻟﻒ
ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺧﺮﺟﻮﺍ ﻋﻦ
ﺍﻟﺴﻨﺔ . ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻭﺃﺻﻮﻝ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻌﺮﻭﻓﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻭﻓﻲ
ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻭﻓﻲ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻓﻲ ﻃﺎﻋﺔ ﻭﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﻓﻲ
ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ,ﺩﻋﻮﺓ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻭﻻ ﺗﺨﻔﻰ, ﻭﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﻫﻠﻬﺎ ﻣﺎ ﻋﺎﺩﺍﻫﺎ ﺃﺣﺪ , ﻟﻜﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳﺠﻬﻠﻮﻥ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻳﺠﻬﻠﻮﻥ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻴﻌﺎﺩﻭﻧﻬﺎ ﺑﺠﻬﻠﻬﻢ ﺑﻬﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ
ﻫﻲ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻵﺧﺮﺓ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ,ﻫﻲ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ
ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻤﺤﻜﻮﻣﻴﻦ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻵﺑﺎﺀ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻷﺑﻨﺎﺀ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ
ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ,ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻷﻏﻨﻴﺎﺀ , ﻟﻴﺲ ﻫﻨﺎﻙ ﻓﺮﺩ ﻣﻦ ﺃﻓﺮﺍﺩ ﺍﻷﻣﺔ ﺇﻻ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻧﺼﺮﺗﻪ ﻓﻤﺎ ﻳﺘﺮﻛﻬﺎ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺘﻨﻜﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺃﺣﺪ . ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺳﻨﻪ
ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻭﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ
ﻫﻮ ﻣﺎ ﻋﺪﺍ ﺫﻟﻚ ﻛﻤﺎ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .
ﺛﻢ ﺇﻥ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺫﻛﺮﻭﺍ ﺿﺎﺑﻄﺎ ﻟﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﻳﺴﺘﺪﻟﻮﻥ
ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻟﻜﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺿﺎﺑﻄﺎ ﻣﻬﻤﺎ ﻳﻀﺒﻂ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﻨﺼﻮﺹ
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺳﻠﻒ ﺍﻷﻣﺔ . ﻗﻮﻟﻨﺎ: ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺩﺧﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ,ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻳﺰﻋﻤﻮﻥ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻟﻜﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺻﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ,ﻫﻞ ﺩﺧﻠﻮﺍ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ؟ ﻻ, ﻣﺎ ﺍﺳﺘﻔﺎﺩﻭﺍ ﻣﻦ
ﻋﻠﻲ ﻭﻣﺎ ﺍﻧﺘﻔﻌﻮﺍ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﺑﻞ ﻛﻔﺮﻭﻩ , ﻓﺈﺫﺍ ﻫﺆﻻﺀ ﺧﺮﺟﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻷﻧﻬﻢ ﻟﻢ
ﻳﺴﺘﺪﻟﻮﺍ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺳﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ .ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﺫﺍ ﻣﺎ
ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﻔﺴﺮ ﺍﻵﻳﺔ ﺭﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺗﻔﺎﺳﻴﺮ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻣﺎﺫﺍ
ﻗﺎﻝ ﻣﺠﺎﻫﺪ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﻗﺘﺎﺩﺓ , ﺛﻢ ﻳﺒﻨﻲ ﻓﻬﻤﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ .ﻭﺻﺎﺣﺐ
ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﺎﻟﻨﺼﻮﺹ ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﻬﺎ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻤﻪ, ﻭﻗﺪ ﻳﺒﻨﻲ ﻛﻼﻣﻪ
ﻋﻠﻰ ﺃﺩﻟﺔ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﺎﻟﻔﻬﻢ .
ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻳﻘﻮﻝ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ : ﺍﻟﻀﻼﻝ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﻦ ﺟﻬﺘﻴﻦ :
ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺪﻟﻴﻞ, ﺃﻭ ﺃﻥ ﻳﺨﻄﺊ ﻓﻲ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ . ﻓﺈﺫﺍ ﺍﺳﺘﻘﺎﻡ ﻟﻪ
ﻫﺬﺍﻥ ﺍﻷﻣﺮﺍﻥ ﺃﻣﻦ ﺍﻟﺨﻄﺄ, ﻭﻫﻮ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻭﺻﺤﺔ ﺍﻟﻔﻬﻢ . ﺻﺤﺔ ﺍﻟﻔﻬﻢ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ
ﻟﻮﺍﺣﺪ ﻣﻨﺎ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻲ ,ﻷﻥ ﻛﻞ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﻋﻘﻠﻪ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ ﻭﺃﻥ ﻓﻬﻤﻪ
ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻷﻓﻬﺎﻡ ﻟﻜﻦ ﺿﺎﺑﻂ ﻫﺬﺍ ﺃﻥ ﺗﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﻓﻬﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻓﻬﻢ ﺳﻠﻒ ﺍﻷﻣﺔ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﻰ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ , ﻓﺈﺫﺍ ﺗﻤﺴﻜﻨﺎ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻬﺆﻻﺀ ﻫﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺛﻢ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ
ﺗﺤﺼﻞ ﺃﺧﻄﺎﺀ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﺗﻨﻘﺾ ﺍﻷﺻﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﻣﻦ ﺳﻠﻚ ﻫﺬﺍ
ﺍﻟﻤﺴﻠﻚ ﻭﻣﻦ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺮﺣﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ
ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺻﺤﻴﺢ , ﻧﻌﻢ ﻗﺪ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺧﻄﺄ ﺟﺰﺉ ﻛﻤﺎ ﺣﺼﻞ ﻟﻠﺴﻠﻒ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ
ﻳﻤﻜﻦ ﻷﻥ ﻳﻨﻘﺾ ﺃﺻﻼ ﻣﻦ ﺃﺻﻮﻝ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻬﺬﺍ ﻫﻮ ﺿﺎﺑﻂ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻫﺬﺍ ﻫﻮ
ﺿﺎﺑﻂ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻭﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺼﻴﺒﺎ ﻓﻲ ﻓﻬﻤﻪ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻛﻼﻡ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺛﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺣﻖ, ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﺎﻟﻔﻬﻢ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ , ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻮﺍﻟﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﻳﺸﻴﺪ ﺑﻬﻢ ﻭﻳﻨﺤﺮﻑ
ﻋﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻬﺬﻩ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺒﺪﻉ ,ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻮﻗﻴﻌﺔ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻷﺛﺮ ,ﻻ ﺗﺠﺪ ﺭﺟﻼ ﻳﺸﺘﻢ
ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻳﺸﺘﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ
ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ . ﻧﺤﻦ ﻋﺮﻓﻨﺎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ ﻛﺎﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ
ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ ﻭﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻫﺆﻻﺀ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻧﻘﻮﻝ ﺃﻧﻬﻢ ﻣﻌﺼﻮﻣﻴﻦ , ﻟﻜﻦ
ﻣﺎﻋﺮﻓﻨﺎ ﻣﺜﻠﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻴﻪ , ﻓﻼ ﻧﻌﺮﻑ ﺭﺟﻼ ﺍﻧﺤﺮﻑ
ﻋﻨﻬﻢ ﺇﻻ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻧﺤﺮﺍﻓﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﻣﺎ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ . ﻭﻻ
ﻳﻌﻨﻲ ﺃﻳﻀﺎ ﺍﻻﻧﺤﺮﺍﻑ ﻋﻨﻬﻢ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻲ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻣﻦ ﺃﻗﺮﺍﻧﻪ ﻭﻳﻘﻮﻝ : ﺃﺧﻄﺄ
ﻓﻼﻥ ﻭﺃﺻﺎﺏ ﻓﻼﻥ, ﻫﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﺤﺮﻓﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺤﺐ ﻧﺎﺻﺢ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﺘﻘﺼﻬﻢ
ﻭﻳﺘﻬﻤﻬﻢ ﺑﺎﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﻳﺘﻬﻤﻬﻢ ﺑﻤﺎ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻣﻦ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ
ﻓﻬﺬﺍ ﻣﻦ ﺟﻬﻠﻪ, ﺍﻟﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﻤﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ , ﻓﺎﻟﺬﻱ ﻳﻘﻠﻞ ﻣﻦ
ﺷﺄﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻫﺬﺍ ﺭﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ , ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ
ﻳﻌﻨﻲ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻳﺨﺸﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻔﺮ ,ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻳﻨﺘﻘﺺ
ﺑﻤﺠﺮﺩ ﻋﻠﻤﻪ ﻟﻠﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ , ﻟﻮ ﺻﺮﻧﺎ ﻛﻤﺎ ﺻﺎﺭ ﻏﻴﺮﻧﺎ ﻭﺭﺁ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻔﻜﺮﻳﺔ
ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﻭﻟﻦ ﺗﺠﺪ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺗﺒﻴﻦ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﻠﻬﺎ ﺁﺭﺍﺀ ﻭﺗﺼﻮﺭﺍﺕ ﻭﺃﻓﻜﺎﺭ ﻭﺧﻮﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻴﺎﺳﺔ
ﻭﻛﻼﻣﻬﻢ ﻣﺒﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻓﻲ ﻛﺘﺒﻬﻢ ﺁﻳﺔ ﻭﻻ ﺣﺪﻳﺚ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻓﻲ
ﺁﺭﺍﺀ ﻟﻮ ﺳﺎﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺳﻴﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻻﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻛﻴﻒ
ﻳﺼﻠﻮﻥ , ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻓﺴﺎﺩ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻷﻥ ﻣﻌﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ
ﻣﻨﺘﺸﺮ ﻟﻜﻦ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮ ﺫﻫﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻭ ﺫﻫﺐ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻻ
ﻫﺆﻻﺀ ﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﻣﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺊ ,ﻭﺃﻣﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﺎﻟﺨﻴﺮ ﻗﺪ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻓﻴﻬﻢ ﺇﻥ
ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﻠﻦ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺘﻪ ﻋﻦ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮ
ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﻃﺎﻋﺔ ﻭﻻﺓ
ﺍﻷﻣﺮ ﻓﻲ ﺣﺪﻭﺩ ﺍﻟﻀﻮﺍﺑﻂ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﻨﻨﺎﺻﺤﺎ
ﻟﻮﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻓﻬﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﺎﻟﺨﻴﺮ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ , ﻭﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻌﻨﻲ ﺃﻥ
ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣﻌﺼﻮﻣﺎ ﻣﻨﻪ . ﻟﻜﻦ ﻫﻢ ﺑﻤﺠﻤﻮﻋﻬﻢ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﺤﻖ ﻋﻨﻬﻢ .
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻭﻫﻲ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
ﻓﻬﺬﻩ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﺬﻩ ﻛﻤﺎ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺍﻟﺒﻌﺾ ﺃﻧﻬﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﻭﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﻓﺄﻳﻦ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺈﻥ ﻭﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻛﻠﻬﺎ ﻗﺪ ﺩﻟﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻷﺩﻟﺔ ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ . ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺴﻊ
ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻬﺠﺮ ﻣﻨﻬﺞ ﻭﻣﺴﻠﻚ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﻟﻚ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺘﺄﻟﻴﻒ
ﻣﺴﻠﻚ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻣﺴﻠﻚ ﺍﻟﻨﺼﺢ ﻭﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺇﺯﺍﻟﺔ ﺍﻟﺸﺒﻪ ﻭﺍﻟﻤﺠﺎﺩﻟﺔ ﺑﺎﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺃﺣﺴﻦ
ﻣﻦ ﻣﺴﺎﻟﻚ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ , ﻓﻤﻦ ﺃﻧﻜﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻓﻬﻮ ﻣﺒﺘﺪﻉ,
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﻣﺜﻞ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻭﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﺸﺮﻳﻂ ﻭﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ, ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﺠﺎﻣﻌﺎﺕ ﺍﻵﻥ , ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻓﻬﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﻭﻻ ﻧﻘﻮﻝ
ﺃﻧﻪ ﺗﺪﺧﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻤﻬﻤﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻓﺎﺳﺘﺨﺪﺍﻣﻬﺎ ﻣﺸﺮﻭﻉ
ﻷﻧﻬﺎ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﻋﺎﺩﻳﺔ ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺗﻌﺒﺪﻳﺔ .
ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻻ ﻧﻘﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺗﻨﺤﺼﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻭﺃﻧﻪ ﻟﻴﺴﺖ ﻫﻨﺎﻙ ﺩﻋﻮﺓ ﺻﺤﻴﺤﺔ
ﺇﻻ ﻟﺮﺟﻞ ﻻ ﺑﺪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻹﺫﺍﻋﺔ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﺎ , ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻹﻳﺼﺎﻝ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ, ﻭﻟﻴﺴﺖ ﻏﺎﻳﺔ . ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻓﻼ ﻳﺴﻊ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ
ﻋﻨﻬﺎ , ﻟﻮ ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ : ﻻ ﻳﻬﺠﺮ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻒ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻧﺒﺪﻋﻪ ﻭﻧﺘﻬﻤﻪ ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﻷﻧﻪ
ﺧﺎﻟﻒ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ , ﻭﻟﻜﻦ ﻟﻮ ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺍﻵﻥ ﻗﺎﻝ : ﺃﻧﺎ ﻟﻦ
ﺃﺳﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﺎﻃﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺃﺭﻓﻊ
ﺻﻮﺗﻲ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﻤﻌﻨﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ,ﻫﻞ ﻧﻘﻮﻝ : ﺃﻧﺖ ﻣﺒﺘﺪﻉ؟ ﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻓﻴﻪ, ﻷﻥ ﻫﺬﻩ ﻭﺳﻴﻠﺔ
ﻋﺎﺩﻳﺔ, ﻓﻤﻦ ﺍﺳﺨﺪﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺃﻭ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻻ ﻳﺤﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ. ﻓﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻟﻴﺴﺖ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ . ﻭﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻧﻬﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺧﺎﻟﻒ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ,ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ ﻓﻤﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ
ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻫﻲ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻧﻨﺘﻘﻞ ﺑﻬﺎ ﻣﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻷﻏﺎﻧﻲ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﺛﻢ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻬﺬﻩ ﻭﺍﻟﻠﻪ
ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﻭﻫﻮ ﺃﻻ ﻳﺪﻋﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺪﻋﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺤﻖ . ﻓﺎﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﺗﺼﺪﻕ ﺗﻮﺑﺘﻬﻢ ﻭﺗﺼﺢ ﺗﻮﺑﺘﻬﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺔ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﻜﻴﻒ ﻧﻨﻘﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﺛﻢ ﻟﻮ ﻣﺎﺕ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﻤﺮﺣﻠﺔ ﻓﻤﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﺤﻤﻞ ﺇﺛﻤﻪ , ﺍﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮ ﻭﺗﻘﻮﻝ : ﺍﺗﻘﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺩﻋﻮﺍ ﺍﻷﻏﺎﻧﻲ
ﻭﺍﺳﻤﻊ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ,ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺎﺕ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮﺓ ,ﻣﻨﻬﺎ :
ﺍﻟﺘﻠﺬﺫ ﺑﺄﺻﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﻛﻢ ﻓﺘﻦ ﻣﻦ ﻓﺘﻦ ﺑﻬﺆﻻﺀ
ﺣﺘﻰ ﻛﺄﻧﻬﺎ ﻛﻸﻏﺎﻧﻲ ﻭﺃﺻﺒﺤﺖ ﺷﻐﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺸﺎﻏﻞ , ﻭﻣﻦ ﺩﺍﻭﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﺈﻧﻪ
ﻳﻀﻌﻒ ﺳﻤﺎﻋﻪ ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ . ﻓﺈﻥ ﺃﺷﻜﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺷﻴﺊ ﻓﺎﺭﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻋﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻟﻜﺒﺎﺭ,ﻫﻞ
ﺃﻟﻔﻮﺍ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﻟﻺﻧﺸﺎﺩ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻱ ﺩﺭﻭﺳﻬﻢ ؟, ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺃﻡ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻜﻔﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻳﺒﻴﻨﻮﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻫﺬﻩ ﻟﻢ ﺗﺄﺕ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﻴﻦ ﻣﻦ
ﺍﻟﺠﻬﻠﺔ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ , ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻪ ﻣﻘﺼﺪ ﺣﺴﻦ, ﻟﻜﻦ ﻣﻦ ﻇﻦ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﻠﺪﻋﻮﺓ ﻓﻬﻮ ﻣﺨﻄﺊ .
) ﻣﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺷﺮﻳﻂ ﻋﻦ ﺿﻮﺍﺑﻂ ﺍﻟﻬﺠﺮ )
“Sebagaimana yang aku sebutkan bahwa (istilah)
Ahlus Sunnah bukanlah sesuatu yang manusia dapat
berijtihad padanya dengan hawa nafsu mereka bahwa
ia termasuk Ahlus Sunnah atau ahlul bid’ah, sebab
jika demikian, maka banyak dari kalangan ahlul
bid’ah yang mengaku diri mereka sebagai Ahlus
Sunnah, dan yang menyelisihi mereka sebagai ahlul
bid’ah. Ini merupakan perkara tauqifi (bersandar
kepada nash), Ahlus Sunnah adalah yang
menegakkan sunnah secara ilmu, amal, dan
dakwahnya. Kembalilah kepada nash-nash yang ada,
siapa yang amalannya sesuai dengan amalan Nabi
shallallahu alaihi wasallam maka dia termasuk dari
kalangan Ahlus Sunnah, dan siapa yang menyelisihi
petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam maka dia
termasuk dari kalangan ahlul bid’ah yang keluar dari
Sunnah. Maka Sunnah merupakan perkara yang
dimaklumi, prinsip-prinsip sunnah juga telah
diketahui, dalam masalah tauhid, masalah takdir,
masalah iman, tentang sahabat Nabi Shallallahu
alaihi wasallam, tentang penguasa, tentang bergaul
dengan para ulama, tentang mengajak kepada jalan
Allah Azza wajalla.
Dakwah Ahlus Sunnah jelas dan tidak tersamarkan,
demi Allah, jika sekiranya manusia mengenal sunnah
dan para pemeluknya, maka tidak seorang pun yang
akan memusuhinya. Akan tetapi manusia jahil
terhadap Sunnah, dan jahil terhadap hakekatnya,
sehingga mereka memusuhinya karena kejahilan
mereka, padahal Sunnah merupakan kemaslahatan
yang besar di dunai dan akhirat bagi setiap orang.
untuk kemaslahatan penguasa, dan kemaslahatan
rakyat, untuk kemaslahatan orang tua, dan juga untuk
kemaslahatan anak-anak, untuk kemaslahatan para
lelaki, dan juga para wanita, untuk kemaslahatan
orang-orang miskin dan juga orang-orang kaya, tidak
ada satu pun dari elemen umat ini melainkan dengan
Sunnah sebagai pertolongannya, tidak seorang pun
yang meninggalkannya dan yang mengingkarinya.
Maka As-Sunnah adalah apa yang disunnahkan oleh
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dan apa yang para
khulafa ar-rasyidin berada di atasnya dari
setelahnya, sementara bid’ah adalah selain itu,
sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi shallallahu
alaihi wasallam.
Kemudian para ulama menyebut ketentuan dalam
masalah ini, karena banyak yang mengaku bahwa
mereka berdalil dengan nash-nash dari Al-kitab dan
As-sunnah, dan mereka mengatakan: berfirman
Allah, bersabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi
wasallam. Namun para ulama menyebutkan
ketentuan yang penting dalam permasalahan ini,
mereka berkata: berdalil dengan nash-nash dari Al-
kitab dan As-sunnah dengan pemahaman pendahulu
umat ini. Ketika kami mengatakan: berdalil dengan
Al-kitab dan As-sunnah, maka termasuk didalamnya
kelompok khawarij. Khawarij menyangka bahwa
mereka berdalil dengan Al-kitab dan As-sunnah,
namun apakah diatas pemahaman pendahulu umat
ini? Apakah mereka termasuk Ahlus Sunnah? Tidak,
mereka tidak mengambil faedah dari Ali, dan mereka
tidak mengambil manfaat ilmu darinya, bahkan
mereka mengkafirkannya. Jadi, mereka ini keluar
dari sunnah, sebab mereka tidak berdalil dengan Al-
Kitab dan As-Sunnah yang dibangun diatas
pemahaman pendahulu umat ini. Ahlus Sunnah, jika
ingin menafsirkan sebuah ayat, maka ia merujuk
kepada tafsir Ahlus Sunnah. Apa yang diucapkan
Ibnu Abbas, apa yang diucapkan oleh Mujahid, apa
yang diucapkan oleh Qatadah, lalu dia membangun
pemahamannya diatas pendapat para ahli ilmu.
Sedangkan ahlul bid’ah, adalah yang mendatangkan
nash-nash dan berdalil dengannya, dan dibangun
diatas pemahamannya.Terkadang dia membangun
pendapatnya diatas dalil-dalil, namun yang ditinjau
adalah pemahaman.
Oleh karenanya, berkata Syeikhul Islam: “Kesesatan
dapat terjadi dari dua arah:
Adakalanya dia berdalil dengan yang bukan dalil,
atau dia salah dalam memahami dalil. Apabila dapat
terpenuhi dua perkara, maka dia selamat dari
kesalahan, yaitu keshahihan dalil dan benarnya
pemahaman. Dalam hal benarnya pemahaman, tidak
mungkin seseorang dari kita mengklaim demikian,
karena setiap orang selalu menyangka bahwa
akalnya adalah yang terbaik, dan pemahamannya
adalah yang terbaik. Namun yang menjadi ketentuan
dalam hal ini, adalah engkau kembali kepada
pemahaman sahabat Nabi Shallallahu alaihi
wasallam, dan pemahaman pendahulu umat ini, apa
yang mereka katakan dalam menjelaskan makna ayat
ini, apa yang mereka jelaskan dalam makna hadits
ini. Jika kita telah berpegang dengan prinsip ini,
maka mereka adalah ahlus sunnah. Kemudian
setelah itu, bisa terjadi kesalahan, namun kesalahan
ini tidak mungkin membatalkan prinsip-prinsip
tersebut. Barangsiapa yang menmpuh jalan ini,dan
sampai kepada tingkatan ini dalam mencari dalil,dia
berdalil dengan dalil yang shahih dan dibangun
diatas pemahaman yang shahih,iya,terkadang terjadi
padanya kesalahan dalam sebagian perkara,
sebagaimana yang dialami kaum Salaf, namun tidak
mungkin membatalkan prinsip dari prinsip-prinsip
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Inilah ketentuan As-Sunah dan Ahlus Sunnah. Dan
tidak setiap orang yang berkata bahwa Allah
berfirman, bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, berarti dia benar dalam pemahamannya,
walaupun firman Allah dan sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam adalah haq, namun yang
ditinjau adalah pemahaman yang benar.
Adapun orang yang bersikap loyal kepada ahlul
bid’ah, dan menguatkan mereka, dan menyimpang
dari ahlus sunnah, maka ini termasuk tanda yang
paling besar yang disebutkan oleh para ulama bahwa
itu termasuk tanda ahlul bid’ah, mereka mengatakan:
diantara tanda ahlul bid’ah adalah mencela ahlul
atsar (para tokoh Ahlus Sunnah, pen). Kamu tidak
mendapati seseorang (dari ahlus sunnah) yang
mencela Bukhari, Muslim, Ahmad, Malik dan para
imam hadits, dan mencela ulama ahlus sunnah yang
hidup di masa sekarang dan yang selainnya.
Kita mengetahui dari ulama zaman kita seperti Syekh
Abdul aziz Bin Baaz, Ibnu Utsaimin, Al-Albani,
mereka ini demi Allah, kami tidak mengatakan
bahwa mereka itu ma’shum, namun kami tidak
mengenal yang semisal mereka dalam hal
menghidupkan sunnah, menegakkannya, dan
mendakwahkannya. Kami tidak mengetahui
seseorang yang menyimpang dari mereka melainkan
dia berada diatas kadar penyimpangannya, telah
terjatuh kedalam bid’ah. Dan bukan pula yang
dimaksud menyimpang dari mereka, bila ada seorang
mujtahid alim dari sahabatnya mengatakan: telah
salah si fulan, dan benar si fulan. Ini bukan
penyimpangan, namun dia adalah orang yang
mencintai yang memberi nasehat, namun yang
merendahkan mereka dan menuduh mereka dengan
bid’ah, dan menuduh mereka seperti apa yang
terdapat dalam pertanyaan, bahwa mereka adalah
ulama haid dan nifas, maka ini menunjukkan
kejahilannya. Haid dan nifas, hukum keduanya
terdapat dalam Kitabullah. Yang menganggap remeh
kedudukan ilmunya, termasuk penolakan terhadap
Allah dan Rasul-Nya.
Dan yang mengatakan ucapan ini, jika memang
demikian yang dia ucapkan, demi Allah
dikhawatirkan atasnya kekafiran ,jika orang tersebut
merendahkannya disebabkan karena ilmunya tentang
haid dan nifas. Jika sekiranya kita seperti yang
lainnya yang melihat buku-buku yang didasari atas
pemikiran semata, yang engkau tidak mendapati di
dalamnya ada permasalahan dalam akidah, dan
engkau tidak mendapati permasalahan yang
menjelaskan hukum syar’i dalam masalah fikih, dan
yang ada hanyalah pendapat, pandangan, pemikiran,
terjun dalam politik, ucapannya dibangun di atas
ucapan manusia, engkau tidak mendapati dalam
kitab-kitab mereka ayat ataupun hadits, namun
hanya sekedar menggunakan akal. Jika sekiranya
manusia menjalani cara ini, demi Allah akan muncul
satu zaman dimana manusia tidak lagi mengetahui
bagaimana cara mereka shalat. Namun mereka tidak
mengetahui kerusakan buku-buku ini, sebab mereka
masih bersama para ulama, dan ilmu masih
menyebar. Akan tetapi jika ahlus sunnah telah pergi,
dan tidak lagi ada yang tinggal kecuali mereka ini,
maka tidak ada lagi yang tertinggal dari agama
Allah. Adapun Ahlus Sunnah, maka kebaikan telah
terkumpul pada mereka, jika engkau bertanya tentang
ilmu, maka ada pada mereka, jika engkau bertanya
tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka ada
pada mereka, jika engkau bertanya tentang ibadah
dan kesungguhan, maka ada pada mereka, jika
engkau bertanya tentang keta’atan terhadap
penguasa dalam batasan-batasan syari’at, maka ada
pada mereka, jika engkau bertanya tentang mereka
yang selalu memberi nasehat kepada penguasa,
maka merekalah ahlus sunnah. Maka kebaikan
terkumpul pada ahlus sunnah. Dan ini bukan berarti
bahwa seseorang tersebut ma’shum, namun mereka
secara menyeluruh, kebenaran tidak keluar dari
mereka.
Adapun yang terdapat dalam pertanyaan tentang
nasyid, yaitu yang dinamakan dengan nasyid islami,
maka ini bukan dari Sunnah. Dan jika ini dianggap
sebagai sarana dakwah –sebagaimana yang diyakini
oleh sebagian orang- , maka manakah dalil atas hal
ini dari petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
karena sesungguhnya sarana dakwah yang bersifat
ibadah seluruhnya telah ditunjuki oleh dalil-dalil. Dan
hendaklah dibedakan antara sarana dakwah yang
bersifat ibadah dengan sarana dakwah yang bersifat
adat kebiasaan. sarana dakwah yang bersifat ibadah
adalah sarana ibadah yang tidak diperkenankan
untuk keluar darinya, misalnya melakukan hajr
(pemboikotan) sebagai manhaj, dan diantara yang
ditempuh dalam berdakwah, menulis karya termasuk
sarana, ilmu termasuk sarana, nasehat dan
penjelasan termasuk sarana, menghilangkan syubhat
dan berdialog dengan cara yang paling baik,
termasuk diantara sarana dakwah yang benar. Maka
barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari perkara
ini maka dia ahlul bid’ah.
Adapun sarana yang berupa adat kebiasaan, seperti
menggunakan pengeras suara, menggunakan kaset,
menggunakan kitab, adanya universitas –universitas
sekarang ini, adanya berbagai sarana yang lainnya,
maka sarana yang bersifat adat kebiasaan, dan kita
tidak mengatakan bahwa bid’ah masuk kedalamnya,
sebab bagaimanapun manusia membuat rancangan
baru dari berbagai sarana ini, maka
menggunakannya adalah perkara yang disyari’atkan,
karena sarana ini bersifat adat kebiasaan dan bukan
ibadah. Oleh karenanya, kita tidak mengatakan
bahwa dakwah hanya dibatasi oleh pengeras suara,
dan tidak ada dakwah yang benar kecuali apabila
seseorang menggunakan pembesar suara, atau
menggunakan radio, atau yang lainnya, namun itu
hanyalah sarana untuk menyampaikan ucapan, dan
bukan tujuan.
Adapun sarana yang bersifat syar’i maka tidak
diperkenankan untuk keluar darinya. Bila ada
seseorang datang lalu berkata: “orang yang
menyelisihi (sunnah) tidak boleh dihajr”, demi Allah,
kita mentabdi’nya (menuduhnya berbuat bid’ah), dan
kita meragukan agamanya, sebab dia telah
menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu alaihi
wasallam. Tapi jika ada seseorang datang di masa
sekarang ini dan berkata: “Saya tidak akan
menggunakan pengeras suara dalam berdakwah di
jalan Allah Azza wa Jalla, namun saya akan
berbicara di hadapan manusia dan mengangkat
suara saya sampai manusia mendengar suaraku.”
Apakah kita mengatakan padanya : “Kamu ahlul
bid’ah?.” Tentunya tidak, sebab ini hanyalah sarana
yang menjadi kebiasaan setempat, maka barangsiapa
yang ingin menggunakan sarana ini atau
meninggalkannya, maka tidak ada kesempitan
atasnya. Maka nasyid bukanlah sarana yang
disyari’atkan, barangsiapa yang meyakini bahwa itu
wasilah maka dia ahlul bid’ah, menyelisihi petunjuk
Nabi Shallallahu alaihi wasallam.
Adapun kalau yag dimaksud adalah sebagai
permainan dan senda gurau, maka telah diketahui
bahwa senda gurau dan permainan bukanlah dari
agama Allah. Adapun orang yang meyakini bahwa
nasyid-nasyid ini sebagai tahapan yang manusia
berpindah dari mendengar nyanyian kepada
mendengar nasyid, lalu setelah itu mendengar Al-
Qur’an, maka ini –demi Allah- termasuk kejahilan,
karena dia tidak mengajak manusia kepada al-haq,
namun diajak kepada sebuah tahapan sebelum al-
haq, maka seseorang tidak mungkin menjadi benar
taubatnya, dan diterima hingga ia meninggalkan
perbuatan menyelisihi menuju kepada sunnah dan
kebenaran, maka bagaimana mungkin kita
memindahkannya menuju sebuah tahapan dibawah
sebelum al-haq, lalu jika dia mati dalam keadaan
berada pada tahapan ini, maka siapa yang akan
menanggung dosanya? Anda berdakwah dan
mengatakan: “Bertakwalah kepada Allah, tinggalkan
nyanyian dan dengarkanlah nasyid”, padahal juga
telah dimaklumi bahwa di dalam nasyid banyak
terjadi pelanggaran, diantaranya merasa enak dengan
mendengar suara para pelantun nasyid dari kalangan
para pemuda dan selain mereka, berapa banyak yang
terfitnah disebabkan mereka ini, sehingga terdengar
persis seperti nyanyian, dan bahkan telah menjadi
kesibukan sebagian manusia, dan barangsiapa yang
membiasakan diri dengannya maka hal tersebut akan
melemahkannya untuk mendengarkan Al-Qur’an.
Jika kalian menemukan satu problem, maka
kembalilah kepada para ulama kita, apakah mereka
pernah membuat tim untuk para pelantun nasyid di
sela-sela pelajaran mereka?, dan di masjid-masjid?
Ataukah mereka tetap mengajari manusia ilmu dan
menjelaskan kepada manusia tentang sunnah. Hal ini
tidaklah datang kecuali dari sebagian orang-orang
yang menyelisihi (al-haq) dari kalangan orang-orang
bodoh, atau dari kalangan ahlul bid’ah. Mungkin saja
seseorang memiliki niat yang baik, namun
barangsiapa yang menyangka bahwa hal ini
termasuk sarana dalam berdakwah maka sungguh
dia telah keliru”.
(Dikutip dari kaset yang menjelaskan tentang
Dhawabit fil Hajr, terdiri dari dua kaset, dan tanya
jawab ini terdapat pada kaset yang kedua, pada sesi
tanya jawab. Kasetnya ada pada kami).
Perhatikan beberapa ucapan beliau tersebut, lalu
cocokkan dengan apa yang diucapkan oleh
Abdurrahaman Abdul Khaliq pada penukilan
sebelumnya, maka anda akan mendapati bahwa sifat
yang beliau sebutkan ini sangat tepat diterapkan
kepada Abdurrahman Abdul Khaliq, dan orang-orang
yang sepemikiran dengannya.Wallahul musta’an.
(BERSAMBUNG INSYA ALLAH)
Catatan :
(1) Yakni Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin telah
mengtaqridh kitab Madarikun Nazhar dan
memberikan pengantar. Dalam pengantar kitab
tersebut beliau menyinggung beberapa orang, yakni
yang beliau maksud di situ adalah : ‘Aidh Al-Qarni,
Salman Al-‘Audah, Safar Al-Hawali, dan Nashir
Al-‘Umar, mereka adalah tokoh-tokoh utama
kelompok Sururiyyah dan Quthbiyyah. Bagi yang
pernah membaca kitab Madarikun Nazhar pasti tahu
perkara ini.
(2) Yaitu pemikiran yang selalu digembar-
gemborkan oleh Safar dan Salman, dan
Abdurrahman Abdul Khaliq.
(3) Yakni bukan yang dimaukan syaikh : rifqan
(bersikap lembutlah) wahai ahlus sunnah terhadap
ikhwanul muslimin, atau rifqan wahai ahlus sunnah
terhadap orang-orang yang gandrung dengan
pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb, Fifqan wahai
Ahlus Sunnah terhadap pergerakan-pergerakan
hizbiyyah… dst. Tapi yang dituju dan dimaukan oleh
syaikh dengan kitab tersebut adalah sesama/intern
Ahlus Sunnah.
(4) Potongan dari ceramah beliau ketika datang
berkunjung ke Indonesia. Karena terlalu panjang,kami
tidak menukil semua yang beliau katakan, namun
kami hanya menukil yang menjadi sebab beliau
membela organisasi ini. Namun ada beberapa hal
yang perlu kami bahas berkenaan tentang Tanya
jawab tersebut, insya Allah akan kita bahas
dikesempatan yang lain.
(5) Sengaja kami tidak memotong fatwa beliau, dan
kami sebutkan secara lengkap, agar kita
mendapatkan faedah dari beberapa hal lain yang
menjadi kegiatan para hizbiyyin
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi, judul asli ULAMA AHLUS
SUNNAH TIDAK MEREKOMENDASI IHYA ATTURATS
(2). URL Sumber http://www.al-ilmu.info/index.php?
name=News&file=article&sid=626
Kunjungi situs kami di www.tunas -tauhid.blogspot.com

No comments:

Post a Comment